Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

G20 2022 Bali: Tujuan dan Manfaatnya Untuk Indonesia


Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 telah diselenggarakan di Bali pada tanggal 15 dan 16 November 2022 dan menjadi puncak dari serangkaian acara gelaran G20 yang telah berlangsung sejak tahun sebelumnya.Tetapi, masih banyak masyarakat yang belum mengerti apa itu G20, apa tujuan dan apa manfaatnya bagi negara-negara di seluruh dunia, dan khususnya untuk Indonesia. Hal ini mungkin karena kurangnya ketertarikan masyarakat dengan pemberitaan atau karena pernyataan yang disampaikan oleh para petinggi negara yang terkadang menggunakan bahasa diplomatis sehingga masyarakat awam merasa kesulitan untuk memahaminya.

G20 yang diselenggarakan di Bali pada tahun ini padahal cukup menyita perhatian internasional berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya,  karena acara ini berlangsung di tengah gejolak politik, konflik beberapa negara, dan perekonomian dunia masih dalam pemulihan global pascapandemi serta ancaman resesi di beberapa negara yang berimbas pada krisis harga pangan dan energi.

Sebelum membahas proses berlangsungnya G20 ada baiknya kita mengetahui apa itu G20, Berikut akan di uraikan mengenai pengertian dan manfaatnya khususnya untuk Indonesia.

Apa itu G20?

G20 (Group of Twenty) adalah suatu forum multilateral yang terdiri dari 19 negara dan 1 lembaga Uni Eropa, dengan perekonomian terbesar di dunia dengan  merepresentasikan lebih dari 60% populasi bumi, 75% perdagangan global, dan 80% pendapatan domestik bruto (PDB). Adapun negara yang tergabung meliputi negara : Afrika Selatan, Amerika Serikat, Arab Saudi, Argentina, Australia, Brasil, Cina, India, Indonesia, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Korea Selatan, Meksiko, Prancis, Rusia dan Turki, serta Uni Eropa. Forum ini diinisiasi oleh G7 yang kumpulan tujuh negara demokrasi dengan perekonomian maju pada tahun 1999.

Setelah menerima tongkat presidensi dari Italia pada Desember 2021, pada Tahun ini, Indonesia menjadi tuan rumah atau presidensi dalam pelaksanaan G20. Kegiatan ini dihadiri oleh Presiden dan tokoh- tokoh penting serta berpengaruh di Dunia. seperti ; Presiden Amerika Serikat Joe Biden, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Perdana Menteri (PM) Australia Anthony Albanese dan PM Kanada Justin Trudeau 

Adapun tema yang di Usung dalam KTT ini adalah “Recover together, recover stronger” yang merujuk pada pemulihan global pascapandemi. Kegiatan G20 2022 berfokus pada tiga topik besar yaitu penguatan arsitektur kesehatan global, tranformasi digital dan transisi energi yang berkelanjutan.

Berikut merupakan penjelasan dari topik-topik besar tersebut menurut para ahli beserta dampaknya yang akan di uraikan.

1. Arsitektur Kesehatan Global

Negara anggota G20, biasanya diwakili oleh Presiden dan masing-masing menteri terkait, dengan menggelar rangkaian pertemuan untuk membahas mengenai cara membangun sistem ketahanan kesehatan global, menyamakan protokol kesehatan global dan membangun pusat manufaktur serta penelitian genom dan vaksin. Yang bertujuan untuk membangun sistem pertahanan kesehatan yang kuat agar negara-negara baik itu dengan ekonomi kuat ataupun menengah di seluruh dunia, dapat lebih siap dalam merespons dan bertindak ketika menghadapi situasi kesehatan (pandemi) di masa depan.

Tujuan tersebut muncul karena adanya pemahaman yang sama bahwa jatuhnya ekonomi global di akibatkan oleh pandemi COVID-19 yang membuktikan bahwa  kapasitas sistem kesehatan antarnegara yang masih timpang sehingga kapasitas dalam  merespons pandemi juga berbeda-beda. Saat ini, Negara anggota G20 melalui Menteri Keuangan dan Menteri Kesehatan masing-masing telah sepakat untuk membentuk sistem pendanaan darurat yang dinamakan Financial Intermediary Fund, atau Pendanaan Pandemi.

Menurut data pemerintah Indonesia, hingga saat ini dana siaga pandemi yang telah terkumpul sekitar US$1,4 miliar dari 24 pendonor, yang terdiri dari anggota negara G20 maupun non-G20 serta dari beberapa yayasan internasional. Namun, jumlah tersebut masih sangat kurang dari yang dibutuhkan untuk membangun sistem siaga akan pandemi, yakni sebesar US$ 31 miliar per tahun. Negara G20 telah sepakat bahwa penggunaan dana pandemi, seperti pembangunan pusat penelitian genom dan produksi vaksin, akan lebih difokuskan untuk negara-negara miskin dan ekonomi menengah ke bawah. Dana yang terkumpul akan dikelola oleh Sekretariat Bersama di bawah kendali Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Bank Dunia.Dengan adanya sistem pendanaan global untuk pandemi ini, diharapkan agar kesehatan dunia dimasa pandemi mendatang dapat teratasi, baik itu negara maju, berkembang ataupun miskin.

2. Transformasi Digital

Agenda berikutnya dalam diskusi G20 adalah pembahasan mengenai transformasi digital yang akan didiskusikan oleh negara-negara dan pemegang kepentingan bekerja melalui Digital Working Group (DEWG) G20 yang telah dilakukan beberapa rangkaian kegiatan yang berlangsung sejak Maret 2022.

Transformasi digital merujuk pada segala jenis upaya untuk memaksimalkan masifnya perkembangan digitalisasi dalam mendukung perekonomian dan tata kelola digital yang dapat bertahan terhadap krisis global pada situasi pandemi. Digitalisasi dianggap sebagai kunci dalam mendorong perekonomian dan menekan dampak krisis yang terjadi pascapandemi agar bertahan lebih kuat.

Hal ini menjadi penting melihat peran kecerdasan buatan (artificial intellegence) yang merubah lanskap perekonomian, gaya hidup, bekerja, dan banyak dimanfaatkan oleh sektor kesehatan terutama ketika dihadapkan pada mobilitas yang terbatas diakibatkan pandemi.

Selain itu, istilah lain yang sering dipakai dalam forum G20 adalah Sustainable finance atau (keuangan berkelanjutan). Istilah ini mengacu pada upaya yang mendorong industri jasa keuangan dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan yang sejalan dengan kepentingan lingkungan hidup. Hal ini biasa dikenal dengan istilah pendanaan hijau, berawal dari pemikiran bahwa perekonomian tak lepas dari masalah iklim.

3. Transisi Energi yang Berkelanjutan

Agenda ketiga atau yang terakhir dalam G20 tahun ini adalah mencapai transisi energi yang berkelanjutan. Hal ini mengacu pada upaya mendorong transisi penggunaan energi dari yang Alami seperti minyak bumi dan batu menjadi energi terbarukan seperti energi surya, angin, dan air.

Seiring dengan meningkatnya tuntutan global dalam penggunaakan energi yang lebih kreatif dan inovatif, muncul istilah just energy transition, yaitu upaya penggunaan sumber energi transisi untuk menggantikan sumber energi fossil (minyak dan gas bumi serta batu bara) dengan mempertimbangkan aspek keadilan bagi semua lapisan masyarakat. Dalam konteks ini, pemerintah berperan memastikan dan mengawasi upaya transisi energi agar mampu diberdayakan serta tidak merugikan lingkungan dan masyarakat Indonesia.

Istilah yang sering muncul dan dibahas dalam topik ini adalah Net zero, yang dikenal sebagai kondisi netral karbon (carbon neutral), yang merupakan kondisi di mana jumlah emisi yang terlepas ke atmosfer sama dengan emisi yang diserap bumi.

Pada dasarnya, berbgai aktivitas di bumi juga melepaskan emisi, contohnya dari gunung api ataupun sirkulasi air panas bawah laut. Namun, emisi ini diserap dan disimpan kembali (akrab disebut carbon sink) oleh pohon-pohon serta terumbu karang. Inilah yang dinamakan siklus karbon alami di bumi. Adanya berbagai aktivitas manusia serta perkembangan terknologi yang tidak dikendalikan dapat merusak keseimbangan alam, seperti ; pembakaran bahan bakar fossil, pencemaran udara ataupun yang merusak kehidupan laut, hingga pengalihfungsian hutan. Semua ini dapat berkontribusi pada pemanasan suhu bumi, yang sudah bertambah 1,2C sejak era pra-industri. Hal inilah yang harus menjadi perhatian khusus negara- negara diseluruh dunia, termasuk kelompok G20 yang saat ini tengah melakukan diskusi dalam mengupayakan keseimbangan tersebut.

1 komentar untuk "G20 2022 Bali: Tujuan dan Manfaatnya Untuk Indonesia"