Kenapa Harus Membuat Jurnal untuk Mengambil Ijazah?
Pernah nggak sih dengar cerita tentang mahasiswa yang udah lulus sidang skripsi tapi belum bisa ambil ijazah karena satu hal: belum bikin jurnal? Kedengeran kayak drama kampus, tapi ini kenyataan yang cukup umum di banyak perguruan tinggi. Jurnal ilmiah sekarang jadi semacam "kartu akses" buat ngambil ijazah. Bukan cuma sekadar formalitas, tapi jadi penanda bahwa proses akademik udah tuntas sampai ke tahap berbagi ilmu ke publik.
Syarat Ijazah yang Nggak Bisa Di-skip
Banyak kampus menetapkan publikasi jurnal mahasiswa sebagai salah satu syarat pengambilan ijazah. Jadi, meskipun nilai udah oke, sidang skripsi lulus dengan lancar, bahkan transkrip udah keluar, tetap aja ijazah belum bisa diambil kalau belum menyelesaikan publikasi tugas akhir dalam bentuk jurnal ilmiah.
Ini bukan sekadar aturan iseng kampus. Ada tujuan besar di baliknya, yaitu mendorong mahasiswa untuk nggak cuma selesai di meja sidang, tapi juga bisa berbagi pemikiran atau hasil penelitian ke dunia luar. Sekaligus latihan publikasi ilmiah secara sederhana sebelum masuk ke dunia akademik yang lebih dalam.
Kenapa Kampus Wajibin Publikasi Jurnal?
Pertama, publikasi jurnal mahasiswa bikin ilmu dari tugas akhir atau skripsi jadi lebih berguna. Bayangin aja, kalau hasil penelitian cuma disimpan dalam lemari kampus, siapa yang bisa baca? Tapi kalau dipublikasikan, siapa tahu bisa jadi referensi buat peneliti lain, jadi inspirasi untuk riset lanjutan, atau bahkan nyambung ke kebijakan nyata di masyarakat.
Kedua, kampus juga kejar akreditasi. Semakin banyak publikasi dari civitas akademika—termasuk mahasiswa—semakin bagus citra akademik institusi. Makanya, banyak perguruan tinggi aktif dorong mahasiswanya buat nerbitin jurnal sebagai bagian dari kontribusi akademik.
Ketiga, ini jadi bagian dari kurikulum kompetensi. Bikin jurnal ilmiah itu ngajarin banyak hal: cara nulis akademik yang rapi, menyusun referensi sesuai aturan, menyaring hasil penelitian jadi tulisan pendek tapi padat, bahkan belajar submit ke jurnal nasional atau jurnal institusi.
Jurnal Itu Apa, Sih?
Masih banyak yang bingung ngebedain antara skripsi dan jurnal. Padahal, intinya sama: sama-sama hasil penelitian. Bedanya cuma di penyajian. Jurnal ilmiah lebih pendek, to the point, dan biasanya ditulis dalam format tertentu: ada abstrak, pendahuluan, metodologi, hasil dan pembahasan, sampai kesimpulan dan daftar pustaka. Semacam versi ringkas dan padat dari skripsi.
Biasanya, kampus udah punya template jurnal tersendiri. Ada yang punya sistem e-journal institusi, ada juga yang kerja sama dengan jurnal eksternal. Tinggal ngikutin aturan dan formatnya, nulis ulang bagian penting dari skripsi, lalu submit ke tempat yang udah ditentukan.
Langkah-Langkah Membuat Jurnal dari Skripsi
- Pilih bagian penting dari skripsi: Nggak semua bagian skripsi harus dimasukkan. Fokus aja pada latar belakang, tujuan, metodologi, hasil utama, dan pembahasan.
- Gunakan bahasa ilmiah yang efisien: Karena jurnal lebih pendek, tiap kalimat harus efektif. Hindari bertele-tele.
- Ikuti format jurnal kampus: Biasanya ada panduan teknis. Termasuk aturan kutipan dan referensi pakai Mendeley, Zotero, atau tools lainnya.
- Revisi dan bimbingan: Jangan ragu minta dosen pembimbing bantu cek ulang sebelum dikirim ke jurnal.
- Submit dan tunggu approval: Setelah kirim, biasanya ada proses review. Bisa cepat, bisa agak lama. Tapi sabar aja, itu bagian dari proses.
Tempat Publikasi Jurnal Mahasiswa
Nggak semua jurnal harus diterbitkan di jurnal nasional terakreditasi. Beberapa kampus udah punya jurnal internal khusus mahasiswa. Biasanya ada di bawah fakultas, jurusan, atau unit jurnalistik kampus. Tapi kalau pengin tantangan lebih, bisa juga submit ke jurnal eksternal seperti:
- Jurnal online dengan open access (OJS kampus)
- Garuda Ristek-BRIN
- Indonesia OneSearch
- SINTA (untuk jurnal yang udah terakreditasi)
Yang penting, pastikan jurnal yang dituju sesuai dengan bidang ilmu dan bisa diterima sebagai syarat akademik di kampus.
Efek Positif dari Publikasi Jurnal
Selain bisa ambil ijazah, publikasi jurnal punya nilai tambah tersendiri. Misalnya, saat apply beasiswa S2 atau daftar kerja di bidang akademik, punya publikasi jurnal bisa jadi nilai plus. Apalagi kalau artikelnya terindeks di platform akademik tertentu. Jadi portofolio intelektual juga, loh.
Bahkan beberapa perusahaan sekarang udah mulai tertarik dengan kandidat yang punya kemampuan nulis dan publikasi ilmiah. Apalagi kalau topik jurnalnya relevan dengan bidang kerja.
Kesulitan yang Sering Dihadapi Mahasiswa
Proses bikin jurnal dari skripsi kelihatannya sederhana, tapi kenyataannya nggak selalu semudah itu. Beberapa kendala umum yang sering muncul antara lain:
- Bingung mulai dari mana: Banyak yang belum terbiasa nulis ringkas dan ilmiah. Butuh latihan dan referensi contoh jurnal sebelumnya.
- Masalah teknis penulisan: Format salah, referensi acak-acakan, atau plagiasi tanpa sadar.
- Belum familiar dengan tools: Seperti Mendeley buat sitasi otomatis, atau OJS buat submit jurnal.
- Waktu mepet: Deadline ijazah mepet tapi belum bikin jurnal. Ujung-ujungnya buru-buru dan hasilnya kurang maksimal.
Tapi semua itu bisa dilalui asal pelan-pelan dan punya niat buat belajar. Jangan ragu tanya ke dosen, minta contoh dari kakak tingkat, atau cari tutorial online. Sekarang banyak kok situs yang kasih panduan cara menulis jurnal ilmiah mahasiswa secara gratis.
Situs Rekomendasi untuk Bikin Jurnal
- GARUDA - Pusat indeks jurnal nasional.
- SINTA - Untuk cek jurnal terakreditasi dan peringkatnya.
- Jurnal Kampus - Contoh OJS dari Universitas Airlangga.
- Moraref - Jurnal keagamaan dan pendidikan Islam.
- Neliti - Mesin pencari riset dan jurnal nasional.
Banyak juga channel YouTube yang ngebahas cara nulis jurnal dari skripsi, lengkap dengan studi kasus. Kalau lebih nyaman belajar dari video, tinggal cari aja keyword: cara menulis jurnal dari skripsi atau jurnal mahasiswa PDF.
Kata Kunci Terkait yang Sering Dicari
- syarat ambil ijazah mahasiswa
- jurnal skripsi pdf
- cara buat jurnal dari tugas akhir
- publikasi jurnal mahasiswa
- kenapa jurnal penting bagi mahasiswa
- contoh jurnal ilmiah mahasiswa
Daripada ijazah tertahan cuma karena belum bikin jurnal, lebih baik disiapkan dari awal. Anggap aja ini bagian akhir dari perjalanan kampus yang penuh lika-liku. Siapa tahu, dari jurnal pertama ini bisa lanjut nulis jurnal kedua, ketiga, dan seterusnya. Siapa tahu juga, tulisan kecil dari tugas akhir bisa jadi kontribusi nyata buat dunia akademik atau masyarakat luas.
FAQ: Pertanyaan yang Sering Muncul soal Jurnal dan Ijazah
1. Emang jurnal itu wajib buat ambil ijazah?
Iya, di banyak kampus sekarang, jurnal ilmiah udah jadi salah satu syarat administrasi sebelum ijazah bisa diambil. Jadi, walaupun sidang udah kelar, kalau jurnal belum dipublikasi, ijazah bisa tertahan.
2. Jurnal itu beda sama skripsi, ya?
Betul banget. Skripsi itu versi panjang dari penelitian, sedangkan jurnal itu versi ringkasnya. Jurnal lebih padat, fokus ke poin penting aja, dan biasanya ditulis dalam format yang lebih formal buat publikasi.
3. Harus publish di jurnal terakreditasi nasional, ya?
Enggak harus. Tergantung kebijakan kampus masing-masing. Ada yang cukup di jurnal internal kampus, ada juga yang mewajibkan publish di jurnal eksternal. Penting banget cek syarat resmi dari fakultas atau prodi.
4. Gimana cara bikin jurnal dari skripsi?
Ambil bagian penting dari skripsi seperti latar belakang, tujuan, metodologi, hasil, dan pembahasan. Lalu, ringkas semua jadi tulisan sekitar 5–10 halaman sesuai format jurnal yang dituju.
5. Ada template jurnalnya nggak sih?
Biasanya ada. Banyak kampus nyediain template jurnal ilmiah mahasiswa dalam format Word atau PDF. Tinggal minta ke jurusan atau download dari situs jurnal kampus.
6. Harus pakai aplikasi referensi kayak Mendeley?
Disarankan banget. Mendeley atau Zotero bisa bantu ngatur kutipan dan daftar pustaka biar rapi sesuai format APA, IEEE, atau Chicago. Ini penting banget buat menghindari plagiarisme juga.
7. Bisa minta bantuan dosen buat revisi jurnal?
Boleh banget. Biasanya dosen pembimbing juga yang kasih persetujuan sebelum jurnal dikirim. Jangan sungkan minta masukan, karena mereka paham banget struktur tulisan ilmiah yang baik.
8. Lama nggak sih proses publish jurnalnya?
Tergantung. Kalau jurnal kampus, bisa cepat—sekitar 1–2 minggu. Tapi kalau ke jurnal eksternal, apalagi yang ada sistem review, bisa lebih lama. Jadi mendingan mulai lebih awal.
9. Kalau udah publish, terus ngapain?
Biasanya cukup upload bukti publikasi (PDF atau link jurnal) ke sistem akademik kampus atau serahkan ke bagian administrasi. Setelah itu, proses pengambilan ijazah bisa jalan.
10. Apa jurnal bisa dipakai buat keperluan lain?
Pastinya bisa. Jurnal bisa jadi portofolio ilmiah, nilai tambah saat daftar kerja atau beasiswa, bahkan jadi pondasi buat riset lanjutan kalau lanjut S2 nanti.
Posting Komentar untuk "Kenapa Harus Membuat Jurnal untuk Mengambil Ijazah?"